Best Wishes! (Diary 1 - Untrusted Connector)

Prolog: Namaku Lucas Luxray, aku biasa di panggil dengan nama depanku: Lucas. Umurku 14 tahun. Aku terkenal sebagai anak yang cerdas, menyenangkan, dan suka membuat onar (Ya.. itulah yang biasa teman-temanku katakan tentang diriku ini). Aku mempunyai seseorang yang sangat aku sayangi, dia adalah perempuan yang telah membuka lebar pandanganku terhadap 'Cinta'. Namanya (lengkap) Reinette Valthera Sutcliff, lebih mudah dipanggil Rei. Tapi, akhir-akhir ini ada yang aneh tentang nya, ia mudah sekali menjauhiku tanpa sebab yang jelas. Firasat ku mengatakan bahwa ini adalah akhir hubungan kita, benarkah? Aku jga tidak tahu..

Diary 1

"Lucas! Bangun! Cepat!"
Hah? Suara siapa? Ibu?
"Dasar kau, UAS sudah selesai. Kau malah malas-malasan tidur! Ayo, sudah jam setengah 6!"
Huuh, menganggu. Padahal aku ingin malas-malasan hari ini, kenapa sih sekolah gak libur aja, nyusahin!
"Baiklah.. Eh, Ethan.. kukira Ibu," ternyata itu adik-ku, Ethan, dia membangunkanku. Raut mukanya kesal.
"Ibu? sekarang ibu sedang belanja! Kau lupa apa, cepat mandi! Dasar. Nyesel aku punya kakak macam kau!," bentak Ethan.

Ya, memang adik-ku punya sifat seperti itu. Mudah marah jika aku seperti ini, bahkan jika ada sesuatu yang membuatku kesal, dia yang marah duluan, haha. Aku bangun, dengan rasa malas yang teramat sangat menyiksaku, kupaksa-kan kakiku melangkah, lalu aku mandi. Beruntung, ayahku libur dari pekerjaannya. Jadi ia bisa mengantarku kesekolah lebih cepat.

(^^ _ ^^ _ ^^ _)

Sekolah sepi, kelihatannya hari ini banyak teman-temanku yang tidak masuk. Walaupun ini hari senin, tapi ini hari setelah UAS. Mereka mungkin sedang menghabiskan waktu dirumah sambil menunggu nilai yang akan mereka terima nanti. Sebenarnya, aku juga tidak semangat masuk sekolah hari ini. Tapi, jika aku tidak masuk sekolah, aku bisa ketinggalan beberapa pengumuman penting, ditambah lagi bisa-bisa aku dimarahi ibu-ku, menyusahkan. Dan yang paling penting, aku tidak bisa bertemu dengan orang yang paling ku sayangi, ya benar.. Itu Rei..

Setelah bel tanda masuk berbunyi, Pak Jaka menyuruh murid-murid SMPN 199 turun menuju lapangan. Tapi kali ini tidak untuk upacara bendera, melainkan hanya 'Apel' pagi biasa. Aku bersiap mengambil tempat, ketua kelas kami: Lee menyiapkan barisan, kami (murid 94) mendengarkan instruksinya.


Melirik-lirik kearah barisan kelas 96, melihat jika Rei sudah datang kesekolah atau tidak. Yap, aku temukan. Seperti biasa, dia berdiri di depan barisan ditemani Haruka, Hikari, Fade, dan Tama. Aku berusaha memanggilnya, tapi Pak Teguh menggagalkan niatku.


"Sekali lagi ada yang ngobrol saat pembina berbicara nanti, kalian berurusan dengan bapak!"


Yeah, baiklah. Mungkin sekarang bukan saatnya, aku akan berbicara dengannya saat apel usai. Aku menunggu, Ruki mengajak-ku bicara tentang NC yang dibuatnya, soal Eyeshield 21, dan FF. Jujur, aku sedang malas berbicara dengannya, apalagi jika ia mengajak-ku ngobrol tentang NC. Mungkin aku bukan laki-laki normal, pastinya jika ada perempuan yang mengajak-mu berbicara masalah seperti NC (bisa disebut agak 'Hentai') nafsu mu akan hal itu pasti akan naik, tidak seperti-ku, hilang.

Akhirnya apel pagi itu selesai, pemimpin upacara membubarkan barisan. Aku segera pergi menemui Rei. Aku melihatnya, ia sedang bersama Hikari dan Haruka. Mereka ingin masuk ke ruang guru, tapi sebelum itu, aku menarik tangan Rei.

"Rei, aku ingin bicara sebentar"
"Apa? Aku ingin ke UKS! Jangan ganggu!," Rei melepas tarikan tangan-ku
"Kenapa? Tapi.."

Rei meninggalkan-ku. Aku bingung.. Ada apa dengannya? Apa semua tentang yang kemarin malam? Tapi bukankah aku sudah minta maaf? Rasanya, aku harus meng-klarifikasi nya lagi, berbicara dengannya setelah ini.

(^^ _ ^^ _ ^^ _)

Menunggu dikelas, teman-temanku sedang melihat class-meeting, aku disini sedang tidur bermalas-malasan. Aku menunggu Rei menyelesaikan urusannya, jika sudah selesai aku bisa berbicara dengannya tanpa ada yang menganggu. Sudah lama aku menunggu, kira-kira 2 jam. Aku bangun, kepalaku pusing dan mual, aku berjalan sempoyongan tapi tidak ada yang menolongku, mereka sedang asyik menonton, sungguh ironis.


Aku bergegas menuju kekelas nya Rei. Setelah sampai, aku menyuruh teman-ku Anto untuk memanggil-nya. Aku menunggu beberapa lama, Rei keluar dari kelasnya. Aku menghampiri-nya, mengajaknya berbicara berdua. Aku mengambil tempat kosong di depan kelasnya, dan perbincangan kami pun dimulai.


"Hemm, soal yang kemarin malam. Apa kamu masih marah?"
"Menurut kamu gimana?," Rei membuang muka, matanya tertuju ke lapangan yang ada di depan kami.
"Aku gak tau. Jelaskan!," Aku menatap Rei. Rei tetap tidak berpaling.
"Aku juga gak tau.."
"Maksudnya? Tolonglah.."
"Mungkin ini semua juga salahku"
"Tidak-tidak, ini bukan salahmu. Aku yang salah," Aku berusaha meyakinkan Rei, terus berusaha.
"Aku ngerasa gak pantes buat kamu..," nada suara Rei sepertinya serius. Tidak! Aku tidak mau ini terjadi!
"Tapi rencana kita hari rabu besok jadi kan?," tanyaku penasaran.
"Yah.. Kalo kita putus sebelum hari rabu gimana? Aku gak tau..," Rei mengucapkan sesuatu yang benar-benar tidak ingin aku dengar.

Muka ku tertunduk lemas, aku tak bisa berkata apa-apa. Di benakku berisi segudang pertanyaan. Apakah Rei sudah benar-benar marah? Akankah hubungan kita berakhir begitu saja? Apa yang harus aku lakukan?

Aku berusaha berbicara kembali, "Apa? Kau serius?"
"Aku bingung," jawabnya
"Jadi, perasaan kamu sekarang ke aku gimana?," pertanyaan yang penuh resiko..
"Kalau makin kesini, aku jadi tambah gak suka," Rei menjawab dengan santai. Aku shock, sudah dua kalimat buruk yang aku dengar. Aku sudah seperti tidak punya harapan lagi.
Aku terdiam. Rei meninggalkanku, "Baiklah, aku mau ngerjain mading dulu"
Aku sadar, secepatnya aku menarik tangan Rei dan berusaha berbicara lagi, "Tunggu! Aku masih ingin bicara!"
"........................," Rei terdiam, melepas tarikan tangan ku, ia bergegas menuju kelas.


Shock, aku masih tidak percaya dari apa yang tadi Rei katakan.. Aku bingung, benar-benar bingung. Aku yang salah, tapi aku juga tidak bisa berbuat apa-apa. Ku coba meminta maaf, dia mengabaikannya. Apakah benar ini akhirnya? Sungguh menyedihkan jika seperti ini..


Kupaksakan kaki-ku melangkah, Aku harus menuju ke kelas. Mungkin disana, ada yang bisa membuatku bersemangat kembali. Sudah sampai di depan pintu kelas 76, Dawn menghampiriku, "Lucas, apa yang tadi kau bicarakan dengan Rei?." Aku terdiam, mengabaikannya, dan segera menuju kelas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar