Aku berjalan terus, terus di jalanan. Memikirkan gadis yang berjanji denganku itu. Kenapa aku bisa tidak ingat? Aku mengutuk diriku sendiri sembari berjalan, dan akhirnya jalan berbelok. Di depanku akhirnya ada rumah juga. Rumah itu tidak terlalu besar, tapi menyambung pada bangunan lain. Aku mendekat, dan pada plang bangunan itu tertulis “Perpustakaan Mineral Town”.
Mungkin aku bisa mendapatkan informasi disini. Tentang kakekku, mungkin? Kalau ada buku tentang penduduk disini tentu saja. Maka, aku mencoba membuka pintunya. Terkunci. Sial. Tapi hari masih pagi, udara masih dipenuhi kabut tipis. Kulihat jam tanganku, dan ternyata waktu baru menunjukkan jam 8:30. Mungkin terlalu pagi. Yah, coba saja pergi ke rumah itu dulu.
Aku mengetuk pintu rumah. Setelah menunggu beberapa lama, seorang wanita mempersilakanku masuk. Dari perawakannya aku bisa menebak setidaknya dia sudah kepala tiga. Rambutnya hitam dengan panjang sedikit melebihi bahu, dengan postur badan cukup tinggi dan memakai daster. Meskipun begitu, ia terlihat anggun dan wajahnya cukup terawat sehingga bisa menipu jika tidak dilihat baik-baik. Kusapa dia.
“Eng.. selamat pagi, bu.”
“Oh, pagi! Kamu.. kamu pasti Jack yang itu kan?”
“Darimana ibu bisa tahu?”
“Bagaimana aku tidak tahu.. kamu tidak ingat duabelas tahun lalu kakekmu membawamu kesini? Waktu itu kamu pernah berkunjung kesini juga.. ah, nostalgia. Lalu kemarin walikota Thomas bilang kamu sudah kembali kesini untuk mewarisi Eden Farm. Aku sudah menunggumu! Ayo masuk.”
“Ah, terima kasih, bu.”
“Aduh, Jack! Kamu tak usah memanggilku ‘bu’ seperti itu. Aku jadi kelihatan tua. Panggil saja Anna.”
“Er.. ya sudah, Anna.”
Aku mengikutinya masuk ke dalam rumah. Rumahnya tertata dengan rapih, terbuat dari kayu dengan nuansa pedesaan yang kental. Di satu sudut ruangan depan terlihat banyak pot dan botol kecil berisi beragam jenis tanaman aneh. Perhatianku langsung teralihkan pada pot-pot itu, dan aku mencoba menyentuhnya, sebelum seorang pria memperingatiku dari belakang seraya menepuk pundakku.
“Sebaiknya jangan kau sentuh, nak. Mereka bisa berbahaya. Beberapa dari mereka beracun dan kamu bisa mati dengan hanya menyentuhnya.”
“Oh…”
Aku langsung mundur, agak takut.
“Ah, aku belum memperkenalkan diriku. Namaku Basil, suami Anna. Dulu kamu pernah kesini, kan, Jack?”
“I.. iya.”
Sosok Basil cukup tegap dan meskipun aku tebak dia sudah kepala tiga sama seperti Anna, namun sekilas wajahnya terlihat cukup muda. Dia mengenakan baju safari dan celana kulit warna cokelat, dengan tas besar di punggungnya dan topi berwarna cokelat juga menghiasi kepalanya. Ia melihat jam di tangannya dan terkejut.
“Oh, sudah jam segini lagi? Maaf, Jack, nanti saja mengobrolnya! Anna, aku pergi dulu!”
Basil langsung meninggalkan rumah dengan terburu-buru. Anna menghela nafas dengan wajah sedih.
“Maafkan dia, Jack. Dia memang.. yah, pencinta tumbuhan. Dia memang bukan penduduk asli sini.. dia pindah 18 tahun lalu untuk meneliti tumbuhan, dan akhirnya menikah denganku. Tapi sejak dulu dia tak pernah berubah, dan selalu saja lebih mementingkan tumbuhan dibandingkan keluarga, bahkan dirinya sendiri. Aku selalu menasihatinya tapi dia tak pernah berubah, meskipun itu demi anakku, Mary..”
“Anak? Tunggu, kau punya anak?”
“Tentu saja, Jack. Mau bertemu dengannya? Dia hanya tiga tahun lebih muda darimu, 17 tahun.”
Beda tiga tahun? Berarti 12 tahun lalu dia baru berusia 5 tahun, sementara aku 8 tahun.. mungkinkah?
“Ya, tentu!”
“Baiklah. Akan kupanggil dia. Pagi-pagi begini dia suka mengurung diri di kamarnya, di atas. Mary!!!”
“Iya, ma!!”
Mary turun ke bawah. Sosoknya kecil, terlihat seperti tiga tahun lebih muda. Wajahnya cukup lumayan, meskipun kacamatanya agak mengurangi kecantikannya namun ia jadi terlihat lebih imut. Terlebih postur tubuhnya yang pendek, membuatnya terlihat seperti anak-anak. Apa ini cuma perasaanku, atau satu keluarga ini memang terlihat awet muda?
“Mary, ini Jack, yang kemarin kuceritakan.”
“Senang berkenalan denganmu, Mary. Aku Jack.”
Sementara aku dan Anna terus mengobrol, mulai dari pernikahan mereka, penelitian Basil hingga tentang perjalananku, Mary hanya duduk di sudut ruangan dan membaca buku. Kutu buku, rupanya. Meskipun begitu, sesekali ia melemparkan pandangannya padaku. Tapi aku tidak begitu menghiraukannya, karena Anna begitu cerewet. Aku mulai tidak betah, lagipula hari sudah mulai berganti siang.
“Maaf, Anna.. aku pergi dulu. Ada banyak urusan.”
“Oh, tidak apa-apa! Datanglah lagi kapan-kapan!”
Aku berharap sebaliknya.
“Ya sudah, Anna, Mary, aku pergi dulu.”
Aku keluar dari rumah mereka, dan meneruskan perjalanan. Keluarga yang cukup aneh, mereka itu. Semuanya terlihat lebih muda dari usianya, Anna sangat cerewet meskipun mungkin semua wanita seusianya juga begitu. Basil sangat gila tanaman, bahkan mungkin bisa dikategorikan sebagai maniak. Sementara Mary sangat pendiam dan kutu buku. Sungguh, sungguh sebuah kombinasi yang aneh. Yah, untuk sekarang jangan terlalu dipikirkan, sebaiknya teruskan perjalanan, masih banyak orang yang belum kukenal..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar